Keutamaan Doa dalam Kisah Nabi Sulaiman Alaihis Salam
Keutamaan Doa dalam Kisah Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 10 Jumadil Akhir 1447 H / 1 Desember 2025 M.
Kajian Tentang Keutamaan Doa dalam Kisah Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam
Kisah Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam dalam Al-Qur’an mengandung beberapa pelajaran penting, salah satunya mengenai keutamaan doa.
Doa merupakan ibadah yang paling utama, dan manusia yang paling bersemangat melaksanakannya adalah para nabi ‘alaihimush shalatu wassalam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah.”
Kemudian, beliau membaca firman Allah Ta’ala:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabb kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan kabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.’” (QS. Ghafir [40]: 60)
Doa tidak hanya menjadi bentuk ibadah, tetapi juga tidak akan pernah merugikan orang yang memanjatkannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyatakan bahwa doa seseorang akan dikabulkan dalam salah satu dari tiga bentuk:
- Langsung dikabulkan di dunia.
- Dipalingkan dari keburukan yang akan menimpanya.
- Disimpan (sebagai pahala) di akhirat.
Oleh karena itu, wajib bagi setiap Muslim untuk selalu berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Manusia yang paling lemah adalah yang tidak mau berdoa kepada-Nya. Allah Jalla wa ‘Ala telah mencatat dalam kitab-Nya doa para nabi dan cara Allah mengabulkan doa mereka, agar umat Islam dapat mengambil teladan dari mereka.
Doa-doa Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam
Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam memanjatkan doa kepada Rabbnya dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkannya. Salah satu doanya disebutkan dalam surah An-Naml:
…رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Rabbku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada1 kedua ibu bapakku, dan (berilah aku ilham) untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.” (QS. An-Naml [27]: 19)
Doa lainnya yang dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala tercantum dalam surah shad:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak patut dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. shad [38]: 35)
Tiga Permintaan Nabi Sulaiman
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda – dalam hadits yang sahih dikeluarkan oleh An-Nasa’i dan lainnya – bahwa ketika Nabi Sulaiman bin Daud ‘Alaihis Salam selesai membangun Baitul Maqdis (atau dalam riwayat lain, ketika hendak membangunnya), beliau meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla tiga permintaan.
Permintaan pertama beliau adalah agar memiliki hukum yang selaras dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Sulaiman memohon supaya setiap keputusannya tidak menyimpang dan sesuai dengan hukum Allah, dan Allah mengabulkan permohonannya. Ini menjadi pelajaran bagi para hakim agar senantiasa memohon kepada Allah agar keputusan mereka tidak keliru.
Permintaan kedua Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam adalah sebuah kerajaan yang tidak selayaknya diberikan kepada seorang pun setelahnya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengabulkannya.
Pelajaran menarik di sini adalah Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam tidak sekadar berdoa, melainkan beliau juga beribadah, yaitu mendirikan Baitul Maqdis. Setelah beramal shalih, beliau berdoa, dan doanya dikabulkan.
Permintaan ketiga beliau adalah agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan kepada siapapun yang mendatangi Baitul Maqdis semata-mata untuk shalat, maka ketika ia keluar dari masjid tersebut, dosa-dosanya telah dihapuskan seperti baru dilahirkan oleh ibunya.
Mengenai tiga permintaan tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah riwayat shahih:
أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ
“Adapun yang dua telah dikabulkan untuknya, dan saya berharap juga dikabulkan untuk yang ketiganya.” (HR. Ibnu Majah dan An-Nasa’i)
Hal ini menunjukkan keutamaan shalat di Masjidil Aqsa, di mana dosa-dosa seseorang diampuni seperti baru dilahirkan kembali.
Jangan Bakhil dalam Berdoa
Doa adalah ibadah yang agung, mudah, dan gratis. Seseorang dapat berdoa sambil duduk, berjalan, atau kapan pun, kecuali di tempat terlarang seperti toilet. Janganlah berprasangka buruk terhadap kemampuan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengabulkan doa.
Bahkan makhluk yang paling durhaka dan kafir, Iblis, pun dikabulkan doanya oleh Allah. Iblis pernah memohon:
قَالَ رَبِّ فَأَنظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Iblis berkata, ‘Ya Rabbku, tangguhkanlah (beri kesempatan) aku sampai waktu mereka dibangkitkan.’” (QS. Shad [38]: 79)
Doa Iblis dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh berputus asa dari berdoa.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa.” (HR. At-Tirmidzi)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Pemalu dan Maha Dermawan (Karim). Ia malu apabila seseorang menengadahkan kedua tangannya (berdoa) kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmiżi)
Kaidah Mengangkat Tangan Saat Berdoa
Mengangkat kedua tangan saat berdoa memiliki kaidah:
Mengangkat Tangan: Dilakukan di tempat-tempat yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, seperti saat shalat qunut atau shalat istishqa’ (memohon hujan), di mana beliau mengangkat tangan hingga terlihat ketiaknya.
Tidak Mengangkat Tangan: Dilakukan di tempat-tempat yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sengaja tidak mencontohkan mengangkat tangan (sunnah tarkiyah). Contohnya adalah berzikir dan berdoa setelah shalat fardhu, dimana tidak ada keterangan yang mencontohkan mengangkat tangan.
Hanya Satu Jari: Saat khatib berdoa dalam khotbah Jumat, disunahkan untuk tidak mengangkat kedua tangan, melainkan hanya menunjuk dengan satu jari (telunjuk), sebagaimana diterangkan dalam Shahih Muslim. Ini termasuk sunnah tarkiyah yang ditinggalkan, yang seharusnya dihidupkan agar termasuk dalam golongan orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Selain tiga kondisi di atas, hukum asalnya boleh mengangkat tangan atau tidak, tetapi dianjurkan untuk mengangkat tangan karena sesuai dengan hadits tentang sifat malu Allah Subhanahu wa Ta’ala saat hamba menengadahkan tangan.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55848-keutamaan-doa-dalam-kisah-nabi-sulaiman-alaihis-salam/